Sabtu, 01 Februari 2025

Luka Pengasuhan Orang Tua

 Luka Pengasuhan Orang Tua

Ibu seorang wanita tangguh yang  tumbuh dan besar di zaman perang. Mentalnya sekuat baja melebur dalam ketulusan cinta, mengantarkan anak-anaknya menuju kehidupan. Ibu tidak sempurna karena ia hanya seorang manusia, adakalanya ia menangis, sedih, kecewa dan marah. Manusia yang memiliki luka menanggung pedihnya penderitaan hidup untuk menghidupkan masa depan sang anak menuju terang. Luka ibu tersusun rapih dalam rak berdebu di sudut ruang dan waktu, setiap kali lukanya dibersihkan dengan bercerita pada semesta, tak sengaja debunya bertebaran membuat sang anak sesak nafas.

Ibu manusia yang terbentuk dari luka pengasuhan orang tuanya di masa lalu, lahir di tengah sulitnya ekonomi, menahan rasa lapar, bertahan hidup dengan sepiring nasi di bagi 7 bersaudara. Ia haus ilmu pendidikan, keadaan memaksnya menelan pahitnya kebodohan, suara perut terlalu berisik mengalahkan ramainya isi kepala, fokusnya hanya satu ”bagaimana cara membungkam perut hari ini agar tak lagi bernyanyi?”. Dunia terlalu kejam padanya, tak memberinya kesempatan untuk sekedar menangis atau bercerita mengekspresikan rasa sebagai obat penawar luka. Bertahun-tahun ia menyebunyikan lukanya di sudut ruang dan waktu, luka yang menjadi bom waktu memenuhi jiwa dan meledak di situasi yang tidak tepat, yakni ketika ia sudah menjadi seorang ibu. Luka ibu tak sengaja melukai hati anak-anaknya.

(sumber ilustrasi pinterest)

Anak yang tak berdosa lahir ke dunia buta arah dan tujuan, ia bahkan tak tahu bagaimana cara menjadi seorang anak?, yang ia  bisa lakukan hanya mencontoh perilaku ibu dan bapaknya. Ia belajar dari apa yang di lihat, di dengarkan dan di rasakan sebagai anak. Ketika luka ibu keluar dalam bentuk suara lantang, anak pun membalasnya dengan suara dua kali lebih lantang. Suara lantang ibu seperti anak panah melesat tepat di jantung kehidupan sang buah hati, sedangkan suara lantang anak setajam pedang membelah hati ibu berkeping-keping. Luka ibu turun menjadi luka anak, keduanya terluka di balut tawa formalitas tuk menyembunyikan rasa sakit masing-masing.

Ibu diam-diam menangis di atas hamparan sajadah berbisik lirih pada Sang Malam, menyalahkan diri atas perilaku  buah hati, merasa gagal menjadi seorang ibu, luka pengasuhan di masa lalu bertambah berlipat kali sakitnya di bentak oleh sang anak. Sungguh malang nasib ibu, baru pertama kali belajar menjadi seorang ibu sejak sang buah hati lahir ke dunia, ia tidak tahu bagaimana cara menjadi seorang ibu?,  niat mulia berjuang mati-matian agar sang anak bisa hidup lebih layak, justru membuat ia terjebak luka pengasuhan orang tuanya yang belum selesai di masa lalu, dan tak sengaja mewariskan luka pada anaknya. Di ruang terpisah sang anak merenung, menangis meratapi rasa sakit dan sesekali merasa tidak berguna sebagai anak. Luka pengasuhan seperti bola api yang membakar jiwa ibu dan anak secara liar.

(sumber ilustrasi pinterest)

Ibu mungkin mewariskan luka pada anaknya, tapi ibu tidak pernah mewariskan kebodohan kepada anak-anaknya. Ia buta huruf, tak pandai baca tulis, tapi ia rela berjuang menahan lapar untuk menyekolahkan anak-anaknya memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, karena ia tahu betul masa depan yang cerah di mulai dari akal dan jiwa yang sehat. Ia menaruh harapan bahwa pendidikan bisa mendidik akal dan hati nurani sang anak menjadi manusia yang bertanggung jawab minimal kepada dirinya sendiri dan Sang Penciptanya.

Pendidikan melatih pola pikir anak, mengasah empati, menambah pengetahuan dan mempertajam kemampuan berpikirnya mengkritisi setiap permasalahan hidup untuk menemukan solusi yang tepat. Salah satunya luka pengasuhan yang di wariskan kepada anak, akan di kritisi dengan ilmu pengetahuan dari berbagai sudut pandang baik psikologi, parenting, sepiritual, filsafat, kesehatan dll.  Pendidikan menjadi harapan lahirnya generasi penerus yang sehat akal budinya, membangun kesadaran untuk menyembuhkan luka antara ibu dan anak, memandang luka bukan lagi sebagai rasa sakit tapi justru sebagai kenikmatan dari Sang Pencipta untuk mengingatkan kita bahwa manusia di anugrahi kecerdasan emosional yang tidak di miliki oleh makhluk lain, manusia tercipta sempurna tapi tidak ada manusia yang sempurna, Tuhan ciptakan demikan agar manusia tidak menjadi angkuh, mau terus belajar dari ketidaksempurnaan untuk menuju Tuhan Yang Maha Sempurna.

Pendidikan tidak hanya di bangku sekolah, tapi juga di kehidupan nyata. Jika pendidikan membuat kita merasa pintar dan berhak menggurui orang lain terutama orang tua, maka kita perlu belajar lagi mendidik akal dan hati, karena kita tidak akan pernah lulus dari universitas kehidupan kecuali ajal menjemput. Belajar, belajar dan teruslah belajar sampai kamu paham peran mu  sebagai manusia dan seorang hamba-Nya di dunia ini. Selayaknya ibu mengantarkan anaknya menuju kehidupan, maka semoga kita sebagai anak mengantarkan ibu menuju kematiannya dengan layak.

(sumber ilustrasi pinterest)




Luka Pengasuhan Orang Tua

 Luka Pengasuhan Orang Tua Ibu seorang wanita tangguh yang   tumbuh dan besar di zaman perang. Mentalnya sekuat baja melebur dalam ketulusan...